Senin, 15 Februari 2010

Petualangan di pemandian alami

Feature Wisata
Oleh Romi Mardela

Pemandian Batu Asahan. Itu nama air terjun yang dijadikan tempat pemandian oleh penduduk yang terletak di kaki Gunung Bungsu. Tepatnya, di Jorong Bawah Durian, Nagari Gurun, Kecamatan Harau, Kabupaten Limopuluah Koto sekitar 15 km dari Kota Payakumbuh ke arah utara.
Pemandian ini belum begitu terkenal. Yang sering berkunjung hanyalah masyarakat di nagari tersebut. Itupun kalau mereka membawa teman dari nagari atau daerah lain. Kalau tidak, maka tempat pemandian itu pun tak pernah didatangi.
Ketika saya mengunjungi pemandian ini lagi setelah delapan tahun terakhir ke sana, memang terasa tempat itu sangat jarang dikunjungi manusia. Terutama jalan setapak yang telah ditumbuhi rumput liar setinggi pinggang orang dewasa. Bahkan saya dan dua orang teman, sempat tersesat dan salah jalan mengikuti jalur ke perkebunan penduduk. Sampai kami sadar telah berada di hulu air terjun. Sebaliknya, jika Anda beruntung, sepanjang jalan sebelum mendekati air terjun Anda akan mendapati jejak Babi Hutan atau jejak binatang liar lainnya.
Lokasi air terjunnya sederhana. Air terjun utama dengan ketinggian lebih kurang empat meter dan lebar satu meter, yang tertampung di tempat seperti bak berukuran besar, dengan luas sekitar 6x6 meter. ‘Bak’ ini yang dijadikan tempat pemandian. Airnya yang dingin mengalir ke hilir juga membentuk air terjun mini dan diapit dinding-dinding yang berlumut tebal dan tertampung pula di sebuah ‘bak’ berukuran sama yang juga dapat dijadikan tempat pemandian. Selanjutnya, aliran air ini dijadikan sumber pengairan sawah.
Tidak hanya air dari pemandian itu yang dimanfaatkan penduduk, namun juga air yang di hulu-bagian atas air terjun, juga dimanfaatkan petani gambir. Tepat di atas air terjun besar, ada tempat penampungan dengan genangan air yang sangat dalam. Air di tempat ini, kata penduduk setempat, tidak pernah kering. Tidak seperti air terjun yang debit airnya akan berkurang jika musim panas, air ini tak pernah berkurang. Diduga di tempat itu ada sumber mata air.
Tidak jelas sebenarnya mana yang menjadi hulu dari air terjun Batu Asahan ini, karena di atas mata air itu juga mengalir air yang kemudian membentuk air terjun kecil menuju mata air tersebut. Air ini yang dimanfaatkan petani gambir untuk berbagai kebutuhan.
Lokasi pemandian tertutup dinding bebatuan. Kountur atau topografinya seperti patahan atau lembah yang ditengahnya mengalir anak sungai yang membentuk air terjun disebabkan airnya mengalir di bebatuan yang bertingkat-tingkat. Sehingga ada tiga air terjun, dua yang kecil dan satu air terjun besar. Dari bebatuan yang berada di sisi air terjun itu juga menetes air dari tanah dan akar pepohonan yang tumbuh subur di atasnya. Layaknya hutan hujan, maka air-air yang menetes itu sangat sejuk dan dapat diminum jika Anda mengetahui prosesnya.
Pada dinding batu yang berada di kiri kanan air terjun, Anda hanya bisa duduk, tidak berdiri. Karena dinding itu seperti bebatuan yang tersusun dan membentuk sudut yang sangat kecil, hanya sekitar 45 derjat sehingga menyerupai atap rumah-tanpa bagian tengahnya. Sedangkan, dinding yang berada persis di air terjun juga berbentuk sama. Seperti halnya pertapa di air terjun, maka Anda dapat melakukan hal serupa, duduk dan ditutupi air terjun.
Kemudian, di antara dinding-tempat air itu mengalir-Anda tetap bisa berdiri, bahkan melompat-lompat. Susunan batu inilah yang mengelilingi air terjun. Jika hujan, tempat ini sekaligus dapat dijadikan tempat berlindung. Bahkan kondisi batu yang demikian itu membuat jalur menuju air terjun utama, harus dilewati dengan merangkak, atau Anda harus punya keahlian khusus untuk melaluinya dengan cara berdiri.
Memang sangat beruntung orang yang punya keahlian khusus, jika berada di sini, karena dinding atau tebing itu juga bisa dijadikan lokasi climbing. Namun ini hanya disarankan untuk profesional, sebab dinding yang dimaksud, berbentuk hang atau menggantung. Anda dapat melewatinya dengan tangan kosong, sendirian atau dibantu teman dengan menaiki punggungnya ataupun dengan cara lain yang Anda kuasai. Setelah dapat mencapai atasnya, Anda sudah bisa berjalan di sana, dan melanjutkan perjalanan melihat bagian atas air terjun, atau sumber mata air itu.
Jangan khawatir bagi Anda yang tidak punya kemampuan khusus itu, karena Anda tetap dapat menikmatinya dengan jalur berbeda. Sedikit lebih lama dan melelahkan dari jalur cepat tersebut, namun di lokasi yang sudah berada lebih kurang 700 mdpl ini, jika melihat ke arah timur akan tampak Gunung Sago dan pemandangan Kota Payakumbuh.
Dari atas itu, lokasi air terjun sudah berada di bawah pandangan. Seperti halnya melihat pepohonan hutan lindung yang luasnya tidak sampai satu ha, mencoba bertahan di tengah pembabatan hutan secara liar. Karena bagian atas, kiri, dan kanan lokasi itu, sudah dijadikan perkebunan gambir, sementara di bagian bawahnya, areal persawahan terbentang luas.
Untuk menuju mata air dari jalur atas, juga tidak mudah, sebab jalur yang berada di perkebunan gambir tersebut sangat jarang sekali dilewati. Sehingga jalannya dipenuhi semak belukar dan pepohonan. Namun jika Anda tetap ingin uji nyali, tantangan yang dilalui akan sebanding dengan apa yang didapatkan nantinya. Anda akan melihat air terjun tersebut dengan nuansa berbeda: seluruh lokasi air terjun kelihatan dari tempat ini.
Lalu bagaimana cara menuju Pemandian Batu Asahan ini? Jika menggunakan kendaraan pribadi, membutuhkan waktu lebih kurang 30 menit untuk sampai di jorong tersebut, melewati jalan lintas Sumbar-Riau dari kota. Tujuh km sebelum gerbang masuk ke objek wisata Lembah Harau, di Simpang Ampek Tanjuangpati, pilih jalan yang menuju Nagari Lubuak Batingkok. Selanjutnya dalam perjalanan, Anda akan melihat Gunung Bungsu tersebut, di sebelah tenggara. Jika dengan kendaraan umum, naik angkutan desa-atau yang lebih dikenal dengan Sago-tujuan Nagari Gurun di terminal Pasar Payakumbuh, dan setelah pemberhentian terakhir harus menyewa ojek.
Untuk menuju Nagari Gurun yang juga terletak di kaki Gunuang Bungsu itu, ketika sampai di Lubuak, masuk lagi ke simpang jalan menuju Nagari Gurun. Ada dua simpang lagi, sebelum perjalanan dengan kendaraan berakhir. Pertama, di simpang tiga Nagari Gurun, pilih jalan menuju Jorong Bawah Durian. Jalan yang akan dilewati lebih banyak jalan tanah pegunungan daripada jalan aspal. Setelah itu, yang terakhir di simpang empat. Mudah menandainya, karena salah satu simpangnya, merupakan gerbang mesjid. Anda tinggal masuk ke gerbang mesjid itu saja.
Kendaraan mesti diparkir di halaman mesjid ini, untuk kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki. Perjalanan yang sesungguhnya baru dimulai. Di awal perjalanan dengan jarak lebih kurang satu km ini, Anda terlebih dulu melewati kolom ikan, dan selanjutnya melalui pematang sawah dan dan perkebunan.
Jika mulai berjalan kaki di atas pukul 10.00 WIB, kalau tidak hujan, maka Anda akan merasakan perbedaan suhu, beberapa puluh meter sebelum sampai di lokasi. Hawa sejuk menyeruak, saat menyebrangi anak sungai kecil, yang mengalir dari air terjun tersebut. Tumbuhan yang rapat di kiri kanan jalan juga menambah kesejukannya. Suara air yang jatuh terdengar semakin jelas.
Tanda bahwa telah mencapai lokasi, yakni ketika Anda menemukan banyak rumpun bambu. Selanjutnya terlihat seperti sebuah goa batu yang dikelilingi tanaman dan di bawahnya mengalir air, akan menyambut Anda petanda sudah sampai di lokasi.***

Rabu, 07 November 2007

Cerita Tentang Mimpi dan Cinta

Cerpen Romi Mardela

Dari suatu perbincangan di sore hari, saat-saat gembira menyambut kedatangan kekasih, yang singgah untuk pergi dan takkan kembali.
Ku bercerita padanya tentang malam, tentang bintang, dan tentang mimpi bintang di gelap malam.
Kukatakan tentang mimpi di penghujung sore, pada hari ketujuh di bulan ke tujuh tahun ini. Kataku, sebuah negeri yang indah, sebuah negeri yang makmur, dan sebuah negeri yang merdeka berawal dari mempunyai mimpi tentang menjadi sebuah negeri yang indah, makmur, dan merdeka. Hanya dimulai dari mimpi, dari keinginan dan dari cita-cita serta harapan, sehingga semuanya dapat terwujud.
Saat kukatakan itu, ia tidak percaya. Ia katakan padaku bahwa sebuah negeri merdeka bukan karena manusia seperti diriku yang punya mimpi, tapi karena orang-orang yang berbuat, berjuang, melakukan sesuatu yang lebih baik dan tidak memilih untuk bermimpi. Kata dia, negeri ini tidak membutuhkan orang-orang yang kesiangan karena selalu bermimpi dan hanya mencoba untuk bermimpi. Menurutnya aku akan tersesat lebih jauh jika terus berjalan di dalam mimpi, dan negeri ini sudah kenyang dengan orang-orang yang selalu bermimpi dan tak pernah berbuat sesuatu untuk mimpinya itu. Buat apa bermimpi, bentaknya.
Kemudian kubalas ucapannya. Kukatakan padanya, bahwa Soekarno akan memilih sepuluh orang generasi muda untuk mengubah dunia. Ia membutuhkan pemuda yang bakal menjadi pemimpin kelak di masanya sendiri. Dan menurut Soekarno, sebuah negara tidak akan kekurangan pemimpin selagi generasi mudanya mencintai alamnya sendiri serta semua yang ada di gunung-gunung yang menjulang tinggi di setiap sudut negeri ini. Itu sebabnya, kenapa aku memilih alasan bahwa aku takkan getir sekalipun meski maut menunggu semasa ku berada di puncak tertinggi negeri ini, di setiap gunung yang menembus langit. Karena kutahu ketika aku tidak melakukan sesuatu untuk negeri ini, untuk alam ini dan untuk gunung-gunung ini, selama itu pulalah aku tidak akan pernah belajar mencintai negeriku, dan mencitai para pahlawan yang telah berjuang untuk menyelamatkannya serta menjaganya agar tetap menjadi milik generasi yang akan datang di masa yang akan datang pula.
Kali ini ia tidak menjawab, namun hanya membalas ucapanku dengan seuntai senyuman yang kutahu lebih berarti menyindir ucapanku.
Baiklah, kuberkata lagi padanya, masih tentang hidup yang mencitai arti kehidupan. Menurutku negeri ini hanya butuh orang-orang yang penuh semangat untuk berbuat lebih baik bagi negerinya. Dan harapan itu berada pada dada, pada jiwa, pada hati generasi muda. Untuk itu menurutku, aku mampu melakukan sesuatu yang lebih baik. Teman-temanku serta anak-anak lainnya yang ada di seluruh penjuru negeri ini, mampu melakukannya. Kukatakan padanya, tidakkah kau percaya, bahwa hanya orang-orang seperti kita bangsa ini memiliki kepercayaan lagi serta mempunyai arti di tengah-tengah gemerlap laju perjalanan panjang negara lain.
Dia masih diam dengan pikirannya sendiri yang ia permainkan untuk mencari sesuatu yang menurutku akan ia gunakan sebagai tangkisan ucapanku. Ya, sudahlah ia sudah sibuk dengan pikrannya sendiri. Lebih baik ku diam, dan berpikir apa kata selanjutnya yang ku pilih buatnya.
Sudahlah, ternyata ia lebih dulu berujar, katanya cuci kakimu dan segeralah menyembunyikan diri di balik selimut di atas ranjang cinta yang engkau rajut sendiri agar selalu bermimpi untuk membuat dunia lebih berarti.
Menurutnya, ucapanku hanyalah kisah klise penyenang si kecil sebelum tidur seperti mendengar dongeng pahlawan yang berasal dari negeri seberang dan bukan dari negeriku, yang didambakannya agar selalu menang.
Bagaimana menurutmu, tanyanya padaku. Sedang kau masih setia dengan mimpi-mimpimu, yang lainnya telah jauh meninggalkanmu dan bahkan tidak ingin kembali ke negerimu untuk sekedar bermimpi seperti yang kau lakukan.
Aku tahu itu. Giliranku berkata menangkis ucapannya tentang orang-orang yang tidak pernah kembali ke negeri ini yang menurutku lebih tepat disebut pengkianat. Kukatakan padanya itu bukanlah mereka dengan tubuh mereka. Itu hanyalah onggokan daging berjalan tanpa ada mereka di dalam dirinya sendiri. Itu hanya tubuh yang dikemudikan ruang dan waktu dari dunia lain. Kasihan aku memandang orang-orang yang tidak berjalan dengan tubuhnya sendiri pun dengan dirinya sendiri, melainkan berjalan dengan tubuh dan diri milik yang lainnya. Hahahaha…. Tawaku lepas seketika.
Pendapatku tentang tubuh-tubuh yang bukan milik tubuh-tubuh itulah yang mesti aku cari untuk kemudian mengingatkan pada tubuh-tubuh itu bahwa setiap orang yang ada di tubuh-tubuh itu pun berhak untuk memilih apa saja dan juga berhak untuk menjadi siapa pun. Akan aku yakinkan bahwa yang seharusnya dilakukan setiap tubuh-tubuh itu adalah memulai sesuatu untuk berbuat lebih baik bagi negeri ini bukannya hanya untuk tubuh-tubuh mereka pula. Untuk itu kembali kuingatkan padanya, yang mesti kita hargai adalah orang-orang yang telah berbuat lebih baik untuk negeri ini, berjuang untuk anak-anak yang kelak melanjutkan mimpi, cita-cita serta harapan di masanya nanti, bukan orang-orang dengan tubuh-tubuh yang ketika tidak merasa nyaman pada negerinya lebih memilih untuk meninggalkan bukan memperbaikinya. Sebegitu pengecutkah mereka, pikirku. Sebegitu telah menghilangnya mereka dari tubuh mereka sendiri. Ah, tidak kurasa berbeda, tapi kutak tahu apa.
***
Ia hanya diam, dan yang kutahu ketika ia diam, gilirankulah bicara.
Aku sadar bahwa aku telah salah bercerita tentang cinta punyaku padamu. Aku menyadari ketika kau datang kembali kepadaku dengan membawa cinta punyamu dihati, bukan untuk mendengar kobaran nasionalismeku yang menggebu yang malah kau anggap klise dan lebih tepat sebagai makanan veteran dipenghujung senja di lorong-lorong panti jompo perkumpulan mereka.
Aku hanya ingin kau menyadari, bahwa ketika hidup telah menyadari bahwa kehidupan membutuhkan sesuatu yang hidup pula sebagai teman hidupnya, disaat itulah ia akan menyadari bahwa ia harus melakukan sesuatu yang berarti bagi hidup yang mendapingi kehidupannya itu. Dan semua yang telah kumulai dengan cinta, ketika itu kumenyadari bahwa cinta bukan hanya milik seseorang yang kukasihi dan kusayangi melainkan cinta akan selalu ada untuk setiap ruang dan waktu yang kita lewati. Semuanya, cinta: itulah yang berarti untukku.
Berbagi bersama cinta untuk sebuah kehidupan yang berasal dari mimpi, cita-cita dan harapan, takkan pernah ada habisnya, kataku meneruskan ucapan yang tadi sudah kurasakan mulai singgah di otaknya atau hatinya atau pun jantungnya, karena kulihat mata, kulitnya serta suhu tubuhnya mulai berbeda dan berpendar ke sekitarnya yang kuyakin semua merasakan sebuah kehangatan cinta.
Perjuangan baru dimulai. Kataku lagi. Aku takkan memilih untuk menghentikannya sebelum kumengetahui seberapa besar kubisa berbuat sesuatu yang berarti dan bermanfaat bagi kehidupan yang dimiliki setiap insan yang akan selalu tumbuh di ranah pertiwi.
Ia pun kemudian berkata.
Kau banyak berubah. Kedatanganku ke kotamu yang kuharapkan dapat mengubah keputusanku untuk meninggalkan kota ini selamanya, malah berbuah kekecewaan. Perbincangan kita hanya mendatangkan luka baru bagiku dan membuatku memiliki sebuah simpulan bahwa kau tidak pernah benar-benar menginginkanku bertahan di kota ini.
Buliran air matanya tak menghentikan ucapan yang perlahan keluar dari mulutnya. Aku tahu kita tidak pernah bersikap sama tentang bagaimana cara memandang hidup yang singkat ini. Aku menyadari semenjak ku mengenalmu pertama kali ketika kita berbincang di beranda rumahmu. Kala itu kau berkata alangkah berdebarnya hatimu menanti saat-saat pendakian pertamamu pada gunung yang telah menelan banyak nyawa itu. Perasaanmu untuk menaklukkan gunung lebih mengharu biru daripada menyambut kelahiran keponakanmu yang berlangsung pada waktu itu. Tapi hal itu semua tidak pernah kupersoalkan, karena kumenganggap itu hanyalah sebagai sebuah arogan dari seorang laki-laki di depan wanita seperti ku yang pada waktu itu tiada berdaya--selain mendengar kau berkata. Sebuah sikap ingin menunjukkan betapa gagah beraninya dirimu. Meski kau menunjukkan dengan cara lain namun kutahu maksud dan tujuanmu tidak lain bahwa kau ingin berujar, aku baru akan menjadi laki-laki ketika berada di puncak tertinggi di negeri ini.
Aku tahu mungkin ini salahku juga yang tidak pernah mewanti-wanti hal ini, pun tidak pernah mengantisipasi kejadian yang seperti ini. Apakah itu buah dari mimpi-mimpi yang selama ini kau rajut. Apakah ini yang kau bilang bawah semuanya berawal dari mimpi, dan semuanya dimulai dari harapan dan cita-cita? Tidak!!!. Bagiku ini hanyalah sebagai jurang yang selalu memisahkan kita. Ini adalah sesuatu yang mencoba merenggutmu dari hatiku, dari pelukanku dan dari jiwaku. Bagiku ini adalah tangis darah yang bakal mengambil nyawaku dengan sangat perlahan dan menyakitkan--sehingga aku benar-benar menyadari betapa berartinya hidup. Tidakkah juga kau menyadarinya itu. Tidakkah kau pernah mengerti bagaimana perasaan seorang wanita yang selalu mendamba kekasihnya agar selalu berada di sampingnya yang setiap waktu bisa dipeluk dan bersandar dari lelahnya dunia. Tidakkah kau pernah mengetahui hal itu? Aku menangis sepanjang malam, aku terlalu lelah untuk selalu mengkhawatirkan keselamatanmu. Dan aku terlalu lemah dan tak pernah siap untuk mendengar sesuatu yang buruk menimpamu. Aku hanya tidak ingin kau….
Ia pun diam memilih untuk tidak melanjutkan ucapannya itu. Buliran air matanya perlahan berjatuhan di pipinya.
Sekarang aku memilih berkata.
Aku hanya ingin kekasihku bangga akan apa yang kulakukan untuk negeriku. Aku hanya ingin kekasihku bangga bahwa orang yang dicintanya rela membagi hidupnya untuk melakukan sesuatu yang berarti bagi negeri ini. Dan aku hanya ingin menunjukkan bahwa aku mempunyai seseorang yang mendapingi hidupku bersedia berkorban dan melakukan apa pun demi negeri ini. Namun semua ini tidak pernah benar-benar kukatakan padanya, karena kutahu ini hanya akan menambah perih hatinya yang semakin terluka. Dan aku pun berlalu bersama sepi yang dibawanya dalam hening. Bersama dingin hatinya yang membuat tubuhku kaku, dan jantungku berhenti rasanya berdebar. Hanya diam.
Telingaku mencoba meraba suara-suara yang berserakan, tapi tak pernah didapat. Siiring berhembusnya semilir angin, serak-serak perlahan, suara dari mulut gadis itu kembali terdengar.
Baiklah, aku tahu bahwa kau tidak akan pernah mengubah keputusan yang kau buat karena kau merasa telah melakukan sesuatu yang sangat berarti. Aku tahu bahwa semua yang kukatakan padamu tidak pula pernah mengubah apapun. Dan aku tahu kau memilihku untuk mengalah dalam hal ini. Tapi hendaknya kau menyadari tentang satu hal, bahwa kita tidak akan pernah lagi sejalan ketika sesuatu yang sangat prinsip tidak pernah bersatu. Dan menurutku kau akan lebih bersedia melepaskanku daripada melepaskan mimpi-mimpi tentang sebuah negeri yang indah, sebuah negeri yang makmur, dan sebuah negeri yang merdeka. Baiklah, kau akan kutinggalkan bersama mimpi-mimpi dan seluruh kenangan di setiap sudut kota yang pernah kita miliki bersama. Kota ini hanya akan menjadi kota mati di hatiku yang takkan pernah lagi kusinggahi.
Aku hanya diam, dan memilih menggumam di hati menyaksikannya berlalu dalam kepedihan dengan luka yang dalam. Ia perlahan menghilang di gelapnya malam di penghujung jalan.
Ini hanya sebuah cerita tentang malam, tentang bintang, dan tentang mimpi bintang di gelap malam untuk orang yang kucintai dan mencitaiku di penghujung sore, pada hari ketujuh di bulan ke tujuh tahun ini.
Loen…. 070807
ketika kekasih kembali
‘tuk pergi selamanya